Selasa, 15 Maret 2011

Makalah Filsafat Ilmu


TUGAS KLIPING
ISU PEMBANGUNAN

MATA KULIYAH
SOSIOLOGI PEMBANGUAN


DOSEN :                    Dra. Rochgiyanti, M.Si
Nasrullah, S.Sos., M.Si
                    Syahlan Mattiro, SH., M.Si


OLEH : CHAIRANI (A1A408219)
    FAHRUL RASYID  (A1A408231)
                MAHAJIR MUHAMMAD  (A1A408208)
                                        IKHSAN (A1A408210)





lambang unlam.jpg




UNVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
BANJARMASIN
OKTOBER 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah filsafat ilmu yang berjudul “AL- KINDI” .
Makalah ini membahas tentang riwayat hidup salah satu filasof yang terkenal yaitu Al- Kindi. Selain membahas riwayat hidup Al-Kindi, makalah ini juga menerangkan penjelasan tentang pendidikan Al-Kindi, selain itu dalam makalah ini juga terdapat penjelasan tentang pemikiran atau teori dari Al-Kindi yang samapai sekarang sangat berguna bagi kehidupan manusia pada masa kini.
Saya meyadari bahwa makalah yang sudah saya buat ini masih banyak kekurangannya dan kiranya ada hal yang tidak saya penuhi dan pembaca, untuk itu saya  meminta kesedian para pembaca untuk memberikan kritik atau saran yang dapat saya pertimbangkan untuk memperbaiki makalah ini.
Mudah-mudahan apa yang saya ajukan dalam makalah ini dapat berguna dan meningkatkan pengetahuan fisafat ilmu tentang tokoh-tokoh filsuf bagi penulis dan pembaca.


Banjarmasin, Mei 2010
 
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat ilmu sangat penting peranannya terhadap penalaran manusia untuk membangun ilmu. Sebab, filsafat ilmu akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua tentang hakikat ilmu. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan. Secara epistimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos yang berarti kesukaan atau kecintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan. Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan (kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan). Namun pertanyaan kita selanjutnya adalah bagaimana kita mendefinisi filsafat itu sendiri? Hamersma (1981: 10) mengatakan bahwa Filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan Jadi, dari definisi ini nampak bahwa kajian filsafat itu sendiri adalah realitas hidup manusia yang dijelaskan secara ilmiah guna memperoleh pemaknaan menuju “hakikat kebenaran”.
Salah satu konsep mendasar tentang filsafat ilmu adalah empirisme, atau ketergantungan pada bukti. Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi. Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.
Sebenarnya, pengertian tentang filsafat cukup beragam. Titus et.al (dalam Muntasyir&Munir, 2002: 3) memberikan klasifikasi pengertian tentang filsafat, sebagai berikut :
  1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
  2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).
  3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif)
  4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentris.
  5. Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Inti sari filsafat ilmu  diantara lain meliputi kebenaran, fakta, logika, dan konfirmasi. Ciri-ciri dan cara kerja filsafat ilmu yaitu; Mengkaji dan menganalisis konsep-konsep, asumsi, dan metode ilmiah, Mengkaji keterkaitan ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya. Menkaji persamaan ilmu yang satu dengan yang lainnya, tanpa mengabaikan persamaan kedudukan masing-masing ilmu. Mengkaji cara perbedaan suatu ilmu dengan ilmu yang lainnya. Cara filsafat melakukan penelitian, pengkajian, dan peyelidikan meliputi sebab akibat, pemastian, pengolongan, pengendalian, hukum, pengukuran, model, ramalan, kemungkinan, teori, pembenaran, deduksi, definisi, fakta empiris, induksi, dan hipotesis.
Fumgsi filsafat ilmu meliputi, Alat untuk menelusuri kebenaran segala hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah, Memberikan pengertian tentang cara hidup dan pandangan hidup, Panduan tentang ajaran moral dan etika, Sumber ilham dan panduan untuk menjalani berbagai aspek kehidupan, Sarana untuk mempertahankan, mendukung, menyerang atau juga tidak memihak terhadap pandangan filsafat lainnya.
Melihat uraian di atas, filasafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Dengan demikian, filsafat ilmu sangatlah penting peranannya bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Tentu juga, filsafat ilmu sangat bermanfaat bagi manusia untuk menjalani berbagai aspek kehidupan.




BAB II
AL- KINDI
A.    Riwayat Hidup Al-Kindi
al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy’ath ibn Qais al-Kindi. Tahun kelahiran dan kematian al-Kindi tidak diketahui secara jelas. Yang dapat dipastikan tentang hal ini adalah bahwa ia hidup pada masa kekhalifahan al-Amin (809-813), al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842), al-Wathiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861). Al-Kindi hidup pada masa penerjemahan besar-besaan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab. Dan memang, sejak didirikannya Bayt al-Hikmah oleh al-Ma’mun, al-Kindi sendiri turut aktif dalam kegiatan penerjemahan ini. Di samping menerjemah, al-Kindi juga memperbaiki terjemahan-terjemahan sebelumnya. Karena keahlian dan keluasan pandangannya, ia diangkat sebagai ahli di istana dan menjadi guru putra Khalifah al-Mu’tasim, Ahmad.  Ia adalah filosof berbangsa Arab dan dipandang sebagai filosof Muslim pertama. Memang, secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut. Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi, di antara sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi. Yang paling utama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Di sini kita bisa melihat samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras. Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan al-Kindi seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja. Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu. Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, al-Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran.
B.     Pendidikan AL-Kindi
Pendidikan Al-Kindi dimulai dari belajar baca tulis, berhitung, dan menghafal Alqur’an. Memasuki masa remaja ia belajar bahasa dan sastra Arab, fikih dan ilmu kalam. Kemudian ia mencurahkan perhatiannya belajar ilmu kimia dan berbagai ilmu lainnya termasuk falsafat yang berkembang di Kufah dan mendapat dukungan dari Khalifah Al-Mamun. Untuk pengembangan ilmunya dan filsafat, ia belajar bahasa Suryani dan Yunani, karena kedua ilmu tersebut banyak menggunakan kedua bahasa dimaksud. Selain itu ia juga menyuruh orang untuk menerjemahkan buku-buku dari berbagai bahasa untuk dikoleksi dalam perpustakaan pribadinya ( maktabah Al-Kindiyah ). Ia bekerja di Istana selama Khalifah Al-Mamun dan Al-Muktashim.
Pendidikan al-Kindi bermula di Kufa, kemudiannya di Basrah, dan akhirnya di Baghdad. Pengetahuan tentang pembelajaran yang hebatnya tidak lama kemudian merebak, dan Khalifah al Ma'mun melantiknya di Rumah Kebijaksanaan di Baghdad, yang merupakan pusat yang baru sahaja ditubuhkan bagi penterjemahan teks-teks falsafah dan saintifik orang Yunani. (Beliau juga terkenal kerana penulisan seni khatnya yang cantik, dan pada suatu ketika pernah bekerja sebagai jurutulis kepada al Mutawakkil.). Apabila al Ma'mun meninggal, abangnya (al Mu'tasim) menjadi Khalifah, dan al-Kindi dikekalkan dalam jawatannya, serta mengajar anak al Mu'tasim. Bagaimanapun, ketika pemerintahan al Wathiq, dan terutamanya al Mutawakkil, peluang al-Kindi' surut. Terdapat pelbagai teori-teori mengenai ini: sesetengah orang mengatakan kejatuhan al-Kindi akibat persaingan di Rumah Kebijaksanaan, yang lain pula merujuk kepada penyeksaan yang ganas oleh al Mutawakkil terhadap orang Islam yang tidak ortodoks (serta bagi bukan muslim). Malah, pada suatu ketika, al-Kindi pernah di pukul dan perpustakaannya disita buat sementara. Beliau meninggal dalam semasa pemerintahan 873 CE bagi al M'utamid.
al-Kindi merupakan seorang pakar dari pelbagai bidang pemikiran yang berbeza. Beliau merupakan pakar dalam muzik, falsafah, astronomi, perubatan, geografi, dan matematik. Selama hayat beliau (dan untuk kira-kira seabad selepas itu) beliau dianggap sebagai ahli falsafah Muslim dan paling besar, ada akhirnya hanya diatasi oleh nama nama hebat seperti sebagai Abu Al-Nasr Al-Farabi (Al-Pharabius) dan Ibn Sina (Avicenna). Beliau adalah dianggap sebagai ahli falsafah Arab keturunan paling agung, walaupun; sesungguhnya, beliau sering dirujuk hanyalah sebagai "ahli falsafah Arab".
C.    Pokok-Pokok Pikiran Al-Kindi
            Filsafat, menurut Al-Kindi adalah batas mengerahui hakekat sesuatu sejarah batas kemampuan manusia. Tujuan filosof dalam teori adalah mengetahui kebenaran, dan dalam praktek adalah mengamalkan Kebenaran/kebajikan. Filsafat yang paling luhur dan mulia adalah filsafat pertama, (Tuhan), yang merupakan sebab (‘’illah) bagi setiap kebenaran/realitas. Oleh karena itu filosof yang paling sempurna dan mulia harus mampu mencapai pengetahuan yang mulia itu. Mengetahui  ‘illah itu lebih mulia dari mengetahui akibat/ma’mulnya,  karena kita hanya mengetahui sesuatu dengan sempurna bila mengetahui ‘illahnya. Maka pengetahuan tentang ‘illah Pertama itu pengetahuna tentang itu tersimpul semua aspek lain dari filsafat. Dia ‘illah Pertama, Tuhan adalah paling mulia, awal dari jenis, awal dalam tertib ilmiah, dan mendahului zaman, karena dia adalah ‘illah bagi zaman.5 
            Sikap Al-Kindi terhadap filosof Yunani yang belum beragama Islam dan pemikiran mereka, adalah kewajiban kita untuk tidak mencela ornag yang telah memberi manfaat besar bagi kita. Seandainya para filosof itu tidak berhasil mencapai sebagian kebenaran, adalah saudara yang telah memberikan buah pikiran bagi kita, sehingga menjadi jalan dan alat untuk mengetahui banyak hal yang belum mereka capai. Para filosof juga menyadari bahwa tak seorang pun dapat mencapai kebenaran yang sempurna dengan upaya sendiri. Masing-masing pihak mungkin hanya dapat memperolehnya sedikit, tetapi bila dihimpun butir-butir yang sedikit itu niscaya akan menjadibukit.

            Selanjutnya, menurut Al-Kindi sewajarnya kita tidak usah malu menyambut dan menerima kebenaran dari mana pun asalnya, walaupun dari bangsa atau umat yang jauh berbeda dengan kita. Sesungguhnya tidak ada yang lebih utama bagi penuntut kebenaran dari pada kebenaran. Adalah tidak wajar merendahkan serta meremehkan orang yang mengatakan dan mengajarkannya. Tak ada seorang pun yang rendah dengan sebab kebenaran, bahkan semua orang akan menjadi mulia oleh kebenaran.
            Terhadap orang yang menentang filsafat, Al-Kindi menilai bahwa mereka berarti mengingkari kebenaran, dan karena itu termasuk golongan kafir. Sesungguhnya dalam keadaan apapun orang tidak bisa menolak filsafat. Jika ia mengakui filsafat, maka ia akan memperlajarinya. Jika ia menolak filsafat, ia juga harus berfilsafat untuk membuat argumen tentang kebenaran dirinya. Argumen tersebut juga termasuk dalam filsafat, yakni ilmu tentang hakekat sesuatu. Bahwa disadari atau tidak hasil pemikiran ada yang bertentangan dengan ajaran Alquran.
Namun, hal itu menurut Al-Kindi tidak boleh dijadikan sebab untuk menolak filsafat, karena ia dapat diselesaikan dengan cara takwil. Perbedaan antara filsafat dan agama yang dibawa para Nabi dan Rasul bukan berasal dari dirinya sebagai hasil usahanya, tetapi anugrah dari Allah SWT yang merupakan anugrah terhadap hamba pilihan-Nya. Selain itu, ajaran agama bersifat ringkas, jelas dan mudah dipahami. Sedangkan filsafat merupakan produk usaha manusia dalam membahas, meneliti dalam waktu yang lama, dan dengan metode yang ilmiah dan filosof.        

Filsafat Ketuhanan, menurut Al-Kindi bahwa upaya manusia yang paling mulia adalah mencari kebenaran melalui filsafat, sementara filsafat yang paling mulia adalah Filsafat Pertama, yaitu usaha mnegetahui ‘illahi pertama, yakni Tuhan. Tuhan bagi AL-Kindi adalah Al-Wahid Al-Haqiqah (Esa Yang Sejati), sedang esa-esa yang lain terdapat dialam ini, adalah Al-Wahid bi Al-Majaz (Esa Yang Relatif atau Majazy). Keesaan Tuhan tidak mengandung kejamakan, sedangkan esa-esa yang lain tidak sunyi dari kejamakan.   

Bila setiap benda mempunyai dua hakikat, yaitu hakikat juz’I yang disebut al-‘aniyah, dan hakikat sebagai kully yang disebut al-Mahiyah yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan species, maka tidak demikian dengan Tuhan. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam arti ‘aniyah atau mahiyah. Ia tidak mempunyai ‘aniyah kerena ia tidak tersusun dari materi (hayula) dan bentuk (shurah). Ia tudaj mempunyai mahiyah karena ia tidak memrupakan genus (al-jins) atau species (al-nau). Dalam membuktikan adanya Tuhan, Al-Kindi mengajukan tiga argumen sebagai berikut : (1) Menunjukan baharunya alam. Ia mempertanyakan apakah mungkin sesuatu dalam alam ini menjadi sebab bagi dirinya sendiri atau tidak? Menurutnya, ini pasti tidak mungkin, karena segala sesuatu dalam alam ini mesti ada sebab yang mendahuluinya. Dengan demikian, alam ini sebab ada-Nya. Hal ini berarti, alam ini ada permulaannya, baik dari segi gerak maupun zaman. Dari segi gerak, karena gerak pada wataknya mengikuti wujud jisim, tidak mungkin adanya gerak jika tidak ada jisim yang bergerak.   

Dengan demikian, gerak juga baharu dan ada titik awalnya. Sedangkan dari segi zaman, karena zaman adalah ukuran gerak dan juga baharu seperti gerak. Jadi, jisim, gerak dan zaman tidak dapat saling mendahului dalam wujud, dan semuanya itu ada secara bersamaan. Ini berarti alam ini baharu dan karena itu perlu ada Penciptanya (al-muhdits)  (2)  Bukti keragaman dan kesatuan. Keragaman yang terdapat dalam kenyataan empiris ini, tidak mungkin ada tanpa adanya kesatuan, dan kesatuan tidak mungkin ada tanpa adanya keragaman. Keterkaitan segala kenyataan empiris ini dalam keragaman dan kesatuan bukanlah karena kebetulan, tetapi ada sebabnya. Sebab ini bukan jenis zat kenyataan tersebut, karena jika demikian tidak ada kesudahannya. Yakni sebab-sebab yang tidak akan berakhir, dan ini tidak mungkin.
            Dengan demikian ada sebab lain yang membuat keterkaitan kenyataan empiris ini dalam keragaman dan kesatuan , yakni suatu zat yang lebih tinggi dan luhur serta lebih mendahului adanya (qadim), karena sebab harus mendahului musabab, Dia-lah Allah SWT.11  (3)  Bukti adanya pengendalian ( Tadbir). Selanjutnya, Al-Kindi menjelaskan bahwa alam ewmpiris ini hanya mungkin diatur dan dikendalikan oleh Yang Maha Tahu yang tidak terlihat. Yang Maha Tahu ini tidak mungkin diketahui kecuali melalui adanya pengaturan dan pengendalian yang terdapat dalam alam ini sebagai gejala dan sebagai bukti atas kepastian adanya Pengatur dan Pengendali(Mudabbir).


Karya Al-Kindi di kelompokan dalam 17 kelompok :
1.      Filsafat
2.      Logika
3.      Ilmu hitung
4.      Globular
5.      Musik
6.      Astronomi
7.      Geometri
8.      Sperikal
9.      Medis
10.  Astrologi
11.  Dialektika
12.  Psikologi
13.  Politik
14.  Meteorologi
15.  Dimensi
16.  Benda-benda pertama
17.  Spesies tertentu logam dan kimia

D.    Pokok Pikiran atau Teori Al-Kindi dengan Realitas Kehidupan Pada Masa Kini
Pada  perkembangnya pikiran atau teori AL-Kindi yang paling dikenal pada dunia kedokteran, al-Kindi adalah ahli farmakologi pertama untuk menentukan dan menggunakan dosis obat yang betul untuk kebanyakan dari pada dadah-dadah yang terdapat pada masa itu, dari hasil menemuan itulah pada masa kini banyak obat-obat yang dihasilkan yang bermutu sebab dengan mengunakan dosis yang dengan ketentuan pada mestinya akan bermanfaat bagi manusia. Apabila tak ada dosis obat maka pada perkembangan dunia kedokteran akan mengalami kekurangan dalam mengatasi penyakit sebab dosis obat merupakan tingkat atau rendah kadar suatu obat. Sebagai satu ahli kimia yang termaju, beliau adalah seorang penentang alkimia; beliau menunjukkan kesilapan mitos yang logam asas mudah boleh diubah menjadi logam berharga seperti emas atau argentum. Dalam matematik, beliau menulis beberapa buah buku yang ditujukan khas bagi sistem nombor, dan banyak menyumbang bagi asas hisab moden. al-Kindi juga mempopularkan angka Hindu-Arabic di kalangan orang Arabs. Kebanyakan daripada buku-bukunya, malangnya, telah hilang, bagaimanapun beberapa yang terselamat dalam bentuk terjemahan Latin oleh Gherard Cremona, dan yang lain telah ditemui dalam manuskrip Arab — yang lebih penting lagi, dua puluh empat hasil kerja beliau yang hilang telah dijumpai kembali pada pertengahan abad ke dua puluh. Sebagai contoh, misalnya, satu teks yang baru ditemui Manuskrip berkenaan Nyah Diskrip Perutusan yang Diskrip, satu wacana dalam kriptologi, merangkumi kaedah pemecahan tulisan rahsia, encipherments, pemecahan tulisan rahsia bagi encipherments tertentu, dan analisis statistik dan penganalisisan statistik mengenai surat-surat dan penggabungan surat dalam Tulisan Arab.



























BAB II
 PENUTUP
A.    Kesimpulan
al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy’ath ibn Qais al-Kindi. Tahun kelahiran dan kematian al-Kindi tidak diketahui secara jelas. Yang dapat dipastikan tentang hal ini adalah bahwa ia hidup pada masa kekhalifahan al-Amin (809-813), al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842), al-Wathiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861). Al-Kindi hidup pada masa penerjemahan besar-besaan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab. Dan memang, sejak didirikannya Bayt al-Hikmah oleh al-Ma’mun, al-Kindi sendiri turut aktif dalam kegiatan penerjemahan ini.
Pendidikan Al-Kindi dimulai dari belajar baca tulis, berhitung, dan menghafal Alqur’an. Memasuki masa remaja ia belajar bahasa dan sastra Arab, fikih dan ilmu kalam. Kemudian ia mencurahkan perhatiannya belajar ilmu kimia dan berbagai ilmu lainnya termasuk falsafat yang berkembang di Kufah dan mendapat dukungan dari Khalifah Al-Mamun. Untuk pengembangan ilmunya dan filsafat, ia belajar bahasa Suryani dan Yunani, karena kedua ilmu tersebut banyak menggunakan kedua bahasa dimaksud.2 Selain itu ia juga menyuruh orang untuk menerjemahkan buku-buku dari berbagai bahasa untuk dikoleksi dalam perpustakaan pribadinya ( maktabah Al-Kindiyah ). Ia bekerja di Istana selama Khalifah Al-Mamun dan Al-Muktashim.
Filsafat, menurut Al-Kindi adalah batas mengerahui hakekat sesuatu sejarah batas kemampuan manusia. Tujuan filosof dalam teori adalah mengetahui kebenaran, dan dalam praktek adalah mengamalkan Kebenaran/kebajikan. Filsafat yang paling luhur dan mulia adalah filsafat pertama, (Tuhan), yang merupakan sebab (‘’illah) bagi setiap kebenaran/realitas. Oleh karena itu filosof yang paling sempurna dan mulia harus mampu mencapai pengetahuan yang mulia itu. Mengetahui  ‘illah itu lebih mulia dari mengetahui akibat/ma’mulnya,  karena kita hanya mengetahui sesuatu dengan sempurna bila mengetahui ‘illahnya. Maka pengetahuan tentang ‘illah Pertama itu pengetahuna tentang itu tersimpul semua aspek lain dari filsafat. Dia ‘illah Pertama, Tuhan adalah paling mulia, awal dari jenis, awal dalam tertib ilmiah, dan mendahului zaman, karena dia adalah ‘illah bagi zaman.5
            Sikap Al-Kindi terhadap filosof Yunani yang belum beragama Islam dan pemikiran mereka, adalah kewajiban kita untuk tidak mencela ornag yang telah memberi manfaat besar bagi kita. Seandainya para filosof itu tidak berhasil mencapai sebagian kebenaran, adalah saudara yang telah memberikan buah pikiran bagi kita, sehingga menjadi jalan dan alat untuk mengetahui banyak hal yang belum mereka capai. Para filosof juga menyadari bahwa tak seorang pun dapat mencapai kebenaran yang sempurna dengan upaya sendiri. Masing-masing pihak mungkin hanya dapat memperolehnya sedikit, tetapi bila dihimpun butir-butir yang sedikit itu niscaya akan menjadibukit.
B.     Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan sebagaimana yang telah diuraikan tersebut diatas maka diharapkan agar mahasiswa dapat memperdalam ilmu pengetahuan khusunya tentang filsafat ilmu. Dengan mempelajari fisafat ilmu mahasiswa dapat mengetahui  Panduan tentang ajaran moral dan etika dalam suatu masyarakat, dalam perkembagannya mahasiswa juga diharapakan dapat membiasakan diri untuk bersiakp kritis terhadap sesuatu yang ada, setelah itu mahasisiwa juga di harapakan mempelajari dan mencermati sesuatu yang barudan meletakkan sebagai pisau analisis untuk memecahkan masalah kehidupan yang berkembang dalam kehidupan kongkrit, sejauh pemikiran itu memang relevan dengan situasi dan kondisi yang mahasiswa akan hadapi. Lalu mahasiswa juga diharapkan dapat memecahkan suatu masalah yang ada dalam kehidupan sekitarnya dengan begitu mahasiswa aka berfikr dengan kristis dan logis dalam tentang cara hidup dan pandangan hidup.



DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu
http://www.anneahira.com/ilmu/filsafat-ilmu.htm
http://ihsanmaulana.wordpress.com/2010/04/14/al-kindi-pintu-agung-ilmu-pengetahuan/
http://ms.wikipedia.org/wiki/Ibn_Ishaq_Al-Kindi
http://www.darunnajah.ac.id/?act=news&kategori=Artikel&id=24




 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates